Margono @margono 10 months ago Terima kasih.. sangat bermanfaat
Sebaiknya, tempat keluh kesah adalah seorang yang profesional di bidangnya. Namun, tidak semua orang mau dan atau mampu pergi ke orang profesional. Pada umumnya orang biasa pun menjadi tempat curhat dan keluh kesah.
Sebagai orang biasa yang menjadi tempat berkeluh kesahnya orang lain, baik itu teman maupun kerabat, kadang-kadang hal ini menambah beban. Bingung untuk bersikap karena akan menjadi serba salah ketika harus menanggapi keluh kesahnya. Hubungan pertemanan menjadi kurang baik ketika keliru menanggapi. Tidak memberi tanggapan pun akan dianggap kurang baik karena termasuk seperti tidak peduli dan tidak mau membantu kesulitan orang lain.
Memang, jika diamati lebih jauh, tidak semua teman yang datang berkeluh kesah membutuhkan jawaban atau solusi atas permasalahannya. Untuk kasus seperti ini, cukup sediakan waktu luang dan dengarkan keluhannya sampai selesai. Mereka hanya ingin didengarkan. Cukup itu saja.
Namun, ada juga teman yang datang berkeluh kesah sekaligus menyebarkan muatan emosi negatif. Jika tidak kuat menahan, seringkali kita ikut terlarut dalam masalahnya dan terbawa emosi negatif. Orang tersebut seolah-olah menekan, menyudutkan dan menuntut jawaban dan solusi atas permasalahan yang dihadapinya, pada kita. Ya, pada kita, orang yang tidak terkait langsung untuk bertanggung jawab atas kehidupannya.
Normalnya, sebagai manusia bebas, kita mempunyai pilihan untuk menghadapi atau menghindarinya. Namun, karena tuntutan pekerjaan atau sosialisasi,yang mengharuskan manusia untuk interaksi dengan sesamanya, terkadang sulit untuk menghindari keluhan orang yang kita temui sehari-hari.
Kebetulan, saat sedang browsing di internet, tidak sengaja menemukan artikel tentang coaching, yang sepertinya dapat memecahkan masalah per-keluh kesah-an teman ini. Pengertian coaching yang berbeda dari coaching di bidang olahraga. Jika di bidang olahraga, coaching diartikan sebagai pelatih, coaching disini diartikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).
Pada saat menghadapi keluh kesah teman, terapkanlah pola berpikir coaching, sehingga waktu yang diluangkan tidak menjadi sia-sia, hasil pembicaraan tidak menjadi pertikaian dan perdebatan, tapi sebaliknya menjadi perbincangan yang dilakukan harapannya menjadi sesuatu yang bermanfaat dan menemukan solusi atas perbincangan yang dilakukan.
Perbincangan yang dilakukan dengan pola pikir “coaching” merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak dari kedua belah pihak, dari pihak coach (yang di “curhat”-i) dan cochee ( orang yang “curhat”). Coach memposisikan diri netral dalam permasalahan coachee, sehingga dapat mengarahkan perbincangan yang menuntun pihak coachee untuk berpikir sendiri dan menemukan solusi atas permasalahan. Perbincangan mendorong coachee berpikir secara kritis dan mendalam yang bermuara pada coachee dapat menemukan kekuatan diri dan potensinya untuk terus dikembangkan secara berkesinambungan atau menjadi seorang berdaya dan mampu menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapinya.
Paradigma berpikir Coaching
1. Fokus pada masalah yang akan dipecahkan
Fokus pada masalah yang akan dipecahkan, tidak terdistraksi oleh suasana dan emosi.
2. Bersikap terbuka dan ingin tahu
Pembicaraan yang terbuka dan ingin tahu ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
Agar kita dapat bersikap terbuka, kita perlu selalu berpikir netral terhadap apa pun yang dikatakan atau dilakukan rekan kita. Jika ada penghakiman atau asumsi yang muncul di pikiran kita atas jawaban rekan kita, maka kita mengubah pikiran tersebut dalam bentuk pertanyaan untuk mengonfirmasi penghakiman atau asumsi itu secara hati-hati
3. Memiliki kesadaran diri yang kuat
Kesadaran diri yang kuat ditandai hal-hal berikut: